Kasih sayang Allah kepada Hamba Hamba
Nya
Dari ‘Umar bin Khathab Radhiallhu ‘anhu ,
“Seorang tawanan datang kepada Rasulullah shalallhu ‘alaihi
wasalam ,
ternyata seorang wanita yang tertawan berusaha menemukan bayinya, dan bayi pun
ikut tertawan juga segera ia meraihnya menempelkannya di perutnya dan
menyusuinya, lantas Rasulullah shalallhu ‘alaihi
wasalam bersabda:
‘Apakah kalian mengira bahwa wanita tersebut akan melemparkan anaknya ke luapan
api?’, kami menjawab: ‘Demi Allah, tidak’, ‘beliau bersabda:‘Allah lebih sayang kepada
hamba-Nya yang mukmin daripada kasih sayang wanita tersebut kepada anaknya’.” Muttafaqun
‘alaih[1].
Dari Abu Hurairah Radhiallhu ‘anhu dari
Rasulullah shalallhu ‘alaihi wasalam , “Sesungguhnya Allah mewajibkan bagi
dirinya sendiri sebelum menciptakan makhluk, ‘Sesungguhnya rahmat-Ku
mengalahkan murka-Ku’.” Muttafaqun ‘alaih.[2]
Dari Anas Radhiallhu ‘anhu ia
berkata, “Aku mendengar Rasulullah shalallhu ‘alaihi
wasalam
bersabda, ‘Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai anak Adam, sepanjang engkau memohon kepada-Ku dan
berharap kepada-Ku akan Aku ampuni apa yang telah kamu lakukan. Aku tidak
peduli. Wahai anak Adam, jika dosa-dosamu setinggi awan di langit kemudian
engkau meminta ampunan kepada-Ku akan Aku ampuni. Wahai anak Adam, sesungguhnya
jika engkau datang membawa kesalahan sebesar dunia, kemudian engkau datang
kepada-Ku tanpa menyekutukan Aku dengan sesuatu apapun, pasti Aku akan datang
kepadamu dengan ampunan sebesar itu pula.” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi[3] dan ia berkata, “Hasan”.
ATSAR
Yahya bin Mu’adz menuturkan:
“Sesungguhnya penipuan yang paling besar bagiku adalah
terus menerus berbuat dosa dengan disertai pengharapan ampunan tanpa adanya penyesalan, dan berharap dekat
dengan Allah tanpa melakukan ketaatan, menunggu berseminya benih di surga
dengan menyebar benih di neraka, dan meminta rumah orang-orang yang ta’at
dengan kemaksiatan, menunggu balasan tanpa amal perbuatan, dan mengharapkan
ampunan dosa dari Allah Ta’ala dengan berbuat melampui batas.
Engkau Mengharapkan keselamatan akan tetapi tidak berjalan di
jalan keselamatan tersebut, sesungguhnya perahu itu tidak akan pernah bisa
berjalan di tempat yang kering[4]
[1]
Al-Bukhari dalam al-Adab (10/426) dan Muslim dalam at-Taubah (17/70).
[2]
Al-Bukhari dalam Bad-ul Wahy (6/287) dan at-Tauhid (13/384, 522) serta Muslim
dalam at-Taubah (17/68).
[3]
Hasan: at-Tirmidzi dalam ad-Da’awaat (9/524) dan ia berkata, “Hasan ghariib”.
[4] Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam
Raudhathul ‘Uqalaa` (hal. 248), dengan di sandarkan kepada Abi Al ‘Atahiyah ia
berkata, “Aku masuk ke dalam kediaman amirul mukminin Harun ar-Rasyid, ketika
beliu melihatku dia berkata, ‘Abu Al ‘Atahiyah?’, aku berkata, ‘Abu Al’Atahiyah’, dia berkata,
‘Orang yang melantunkan syair?’, aku berkata, ‘Orang yang melantunkan syair’ ,
beliau berkata : nasihatilah aku dengan bait-bait syair dan yang ringkas sarat
makna’, maka aku pun melantunkan untuknya:
engkau
tidak akan selamat dari kematian di
suatu ujung dan juga jiwa, walaupun engkau menghindarinya dengan suatu pembatas
dan juga penjagaan
ketahuilah bahwasanya busur kematian itu akan
mengenai, setiap orang yang mengenakan
baju besi dari kita dan juga orang berada di suatu benteng
engkau mengharapkan keselamatan akan tetapi
engkau tidak berjalan dijalan keselamatan tersebut, sesungguhnya perahu tidak
akan pernah bisa berjalan ditempat yang kering
Ibnu Hibban berkata, “kemudian Harun ar-Rasyid
tersungkur dan pingsan’.” Atau sebagaimana yang dituturkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar