Sabtu, 06 Juli 2013

8 kelompok penerima zakat


8 KELOMPOK PENERIMA ZAKAT

            Ahlu Zakat adalah orang-orang yang berhak menerima zakat. Allah Ta'ala sendiri yang secara langsung menyebutkan penjelasannya. Allah berfirman:
 
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ


Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah : 60)


Mereka ada 8 kelompok yaitu :


1.      Orang yang Faqir, yaitu orang-orang yang tidak mendapati dari pemenuhan hidupnya kecuali hanya sesuatu yang sedikit yang kurang dari setengah (dari kebutuhan hidup). Maka apabila ada manusia yang tidak mendapati apa yang akan ia infakkan untuk dirinya sendiri dan juga keluarganya dalam kurun waktu setengah tahun, dialah orang yang faqir. Maka dia diberi apa yang dapat mencukupi dirinya dan keluarganya untuk jangka waktu satu tahun.
2.      Orang Miskin, mereka adalah orang yang mendapati sesuatu dari pemenuhan hidupnya separuh atau lebih, akan tetapi mereka tidak mendapati apa yang dapat memenuhi kebutuhannya selama setahun penuh. Maka dipenuhilah nafkahnya selama setahun. Apabila seseorang tidak memiliki uang, akan tetapi ia mempunyai yang lainnya dari pekerjaan, gaji, atau dari hasil tanah yang dapat memenuhi kebutuhannya, maka ia tidak berhak mendapatkan zakat, dikarenakan Nabi bersabda: “Tidak ada bagian dalam zakat tersebut bagi orang kaya dan mempunyai tenaga dapat digunakan untuk bekerja”
3.      Amil, yaitu orang-orang yang telah ditunjuk dan diserahi oleh hakim umum pada sebuah negara untuk memungut zakat dari orang-orang yang wajib mengeluarkannya, dan diserahkan kepada orang yang berhak mendapatkannya, bertanggungjawab dalam penjagaannya dan lain sebagainya dari kepengurusan atas zakat tersebut. Maka mereka diberi bagian zakat sesuai apa yang telah dikerjakan meski mereka termasuk orang-orang yang kaya.
4.      Muallafah Qulubuhum, mereka adalah pemimpin-pemimpin suku yang belum kuat keimanannya. Maka mereka diberi bagian zakat untuk menguatkan keimanan mereka, sehingga diharapkan nantinya mereka menjadi penyeru-penyeru Islam dan panutan yang shalih. Dan apabila ada seorang yang lemah keislamannya, namun bukan termasuk dari pemimpin yang ditaati bahkan termasuk dari kebanyakan manusia, apakah ia juga mendapat bagian zakat sebagai penguat keimanannya?
Sebagian ulama berpandangan bahwasanya ia juga mendapatkannya, dikarenakan mashlahat agama lebih agung dari sekedar maslahat yang berkaitan dengan badan. Seperti itulah, apabila dia faqir maka dia diberi zakat untuk makanan badannya serta santapan rohani bagi hatinya, sebab keimanan lebih penting dan sangat besar manfaatnya. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa ia tidak diberi zakat, karena mashlahah dari kuatnya keimanan yang ia miliki adalah kebaikan bagi dirinya sendiri secara khusus.
5.      Budak, termasuk juga di dalamnya boleh membeli budak dari harta zakat, untuk memerdekakannya, membantu budak yang menebus dirinya sendiri, dan membebaskan tawanan dari kaum muslimin.
6.      Orang yang punya hutang, yaitu orang-orang yang mempunyai hutang dan tidak punya kemampuan yang memungkinkan untuk membayarnya. Maka mereka diberi bagian zakat sesuai untuk memenuhi hutang-hutangnya sedikit ataupun banyak. Apabila ditakdirkan ada orang yang mampu memenuhi kebutuhan makanan untuk diri dan keluarganya, hanya saja ia mempunyai hutang yang tak mampu ia bayarkan, maka ia diberi zakat sebesar untuk melunasi hutangnya. Dan tidak boleh bagi pemberi hutang untuk menggugurkan (menganggap lunas) hutangnya kepada orang fakir yang berhutang kepadanya dengan meniatkan zakat untuknya.
Para ulama berselisih pendapat di dalam permasalahan hutang piutang antara orang tua dan anaknya, apakah ia diberikan zakat untuk melunasi hutangnya tersebut? Dan yang benar (dari pendapat-pendapat yang ada) yaitu diperbolehkan untuk diberi zakat.
Boleh bagi orang yang mengeluarkan zakat untuk langsung mendatangi orang yang berhak menerimanya (misal, orang yang berhutang, ed) dan memberikan hak-haknya, sekalipun orang yang berhutang tidak mengetahui hal tersebut, dengan catatan apabila pemberi zakat mengetahui bahwasanya orang yang berhutang tersebut tidak sanggup melunasinya.
7.      Orang-orang yang berjuang di jalan Allah, yaitu orang yang berjihad di jalan Allah. Maka orang-orang yang berjihad tersebut berhak untuk memperoleh bagian dari zakat yang dapat memenuhi kebutuhan mereka dalam berjihad. Dan juga sebagian dari zakat-zakat dibelikan alat-alat yang dapat menunjang kelancaran jihad fi sabilillah. Termasuk orang yang berjuang di jalan Allah yaitu para penuntut ilmu syar`i. Maka seorang yang belajar ilmu agama diberi bagian dari zakat yang dapat menunjang proses dia dalam menuntut ilmu, seperti buku-buku atau selainnya, kecuali bila ia termasuk orang berharta yang dapat memperoleh apa yang dibutuhkannya dalam hal tersebut.
8.      Ibnu Sabil, yaitu musafir yang masih menempuh perjalanan. Maka ia diberikan bagian zakat dengan sesuatu yang dapat menyampaikannya ke negara yang ia tuju.
Mereka itulah orang-orang yang berhak mendapatkan zakat sebagaimana yang telah Allah sebutkan di dalam kitab-Nya. Dan Allah juga telah mengkhabarkan bahwasanya zakat merupakan hal yang difardhukan yang bersumberkan ilmu dan hikmah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Tidak diperbolehkan memalingkan zakat kepada selain orang yang berhak menerimanya, seperti untuk membangun masjid ataupun untuk memperbaiki jalan, karena Allah telah membatasi siapa saja yang berhak untuk menerima zakat, dan pembatasan di sini berfaedah meniadakan hukum terhadap hal-hal yang tidak disebutkan. 

Apabila kita merenungi mereka yang berhak menerima zakat, maka kita akan mengetahui bahwasanya di antara mereka ada yang membutuhkan zakat bagi pribadinya sendiri, ada juga yang dibutuhkan oleh kaum muslimin dari bagian zakat tersebut. Oleh sebab itulah kita mengetahui hikmah dari diwajibkannya zakat yaitu membangun masyarakat yang baik, saling menyempurnakan, dan saling mencukupi sesuai kemampuan yang ada. Sesungguhnya agama Islam tidak menyia-nyiakan harta dan tidak meninggalkan maslahat yang terkandung di dalam harta benda serta tidak membiarkan jiwa-jiwa untuk rakus, tamak, tanpa kendali yang merupakan tabiat jiwa dan hawa nafsu. Bahkan Islam sangat memperhatikan hal-hal yang dapat menghasilkan kebaikan dan maslahat bagi umat. Segala puji hanyalah milik Allah I penguasa seluruh alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar