Rabu, 26 Oktober 2011

HUKUM DIYAT (DENDA) PADA JINAYAH (KRIMINAL) ANGGOTA BADAN



Abu Riyadl Nurcholis Majid Bin Mursidi
Dalam kasus kriminal , terkadang korban tidak mengalami kematian akan tetapi ia menderita cacat atau terkena luka yang dapat disembuhkan, dalam Islam perbuatan ini mendapat hukuman pidana berupa qishosh sebagai keadilan yang Allah tegakkan dimuka bumi. Ini merupakan syariat umat sebelum umat ini, dan juga menjadi syariat ajaran Islam.
firman Allah taa'ala :
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْأَنْفَ بِالْأَنْفِ وَالْأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ...
" Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishoshnya…[1]


Pada ayat diatas diketahui bahwa hukum asal jinayah adalah qishosh, akan tetapi terkadang hukum asal ini (qishosh) terhalang dengan beberapa mawaani' (penghalang) sehingga al jaani (pelaku jinayah) akan diberi hukuman lain berupa ganti rugi dari kerusakan yang ditimbulkan, yaitu diyat.
PENGHALANG/ PEMBATAL QISHOSH ANGOTA TUBUH
Adapun penghalang-penghalang qishosh yang digariskan syari'ah untuk diganti dengan diyat adalah sebagai berikut :
1. Al Ubuwwah : yakni pelaku jinayah adalah bapak dari korban tersebut. Dasarnya adalah hadits rasulullah SAW :
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يُقَادُ الْوَالِدُ بِالْوَلَدِ .
Dari Umar Bin khoththob RA berkata : "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: " Bapak tidak boleh diqishosh pada jinayahnya terhadap anak" [2]
2. Yang bersangkutan memberikan maaf, dan rela dengan diyat.Firman Allah SWT:
فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ
"Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih ". [3]
3. Tidak sekufu' : yaitu tidak sepadan antara al jani( pelaku) dan almajny 'alaihi (korban). Yang dimaksud sekufu' disini menurut jumhur ulama' ialah dalam dua hal yang pertama : huriyyah (status kemerdekaan atau budak), dan yang kedua adalah status agama[4].
4. Ketidak sengajaan,( alkhoto' ) atau bahkan menurut syafiiyah dan hanabilah pada kasus syibhul 'amdi (mirip disengaja) termasuk dari penghalang qishosh[5].
5. Tidak adanya mumatsalah ( semisal / sebanding ) antara pelaku dan korban. Dalam mumatsalah ini ada pada tiga hal[6], yaitu:
a. Mumatsalah pada bagian dari anggota tubuh, kadar maupun fungsinya, maka tidak diqishosh tangan selain dengan tangan, bagian kiri dengan yang kanan, ibu jari dengan telunjuk, karena tidak ada suatu kesamaan
b. Mumatsalah dalam kesempurnaan dan kesehatan, maka tidak diqishosh antara mata buta dengan mata yang normal
c. Mumatsalah dalam fi'il qishosh yaitu memungkinkan tidak terjadi kedzoliman atau pengurangan dalam proses eksekusi qishosh, maka tidak diqishosh pada kerusakan yang terjadi didalam badan karena mumatsalah dalam masalah ini sangat sulit diterapkan. Begitu juga jinayah yang memutus pertengahan hasta atau lengan maka qisos hanya berlaku sampai persendian yang dibawah pertengahan hasta atau lengan tadi, dan selebihnya diukur dengan kadar diyat, hal ini tidak lain dalam rangka memberikan hukum dengan seadil-adilnya.
Maka apabila terdapat salah satu dari mawani' (penghalang) qishosh tersebut diatas, seketika itu hukuman berubah menjadi diyat.

DIYAT ANGGOTA BADAN
Pada jinayah ma duna nafs ini (non kematian) memiliki empat kategori diyat apabila qishosh terhalang[7] , yaitu:
  • Diyat pada jinayah yang berakibat hilangnya salah satu anggota badan
  • Diyat pada jinayah yang menimbulkan hilangnya suatu manfaat dari anggota badan.
  • Diyat pada jinayah yang berupa luka di kepala, wajah atau badan
  • Diyat pada jinayah yang mengakibatkan patah tulang.
Perincian diyat pada jinayah-jnayah tersebut ialah:
A. Diyat pada jinayah yang berakibat hilangnya salah satu anggota badan
Dalam tubuh manusia terdapat 45 anggota badan[8], dari anggota tersebut ada yang berjumlah satu ada juga yang berjumlah sepasang atau berjumlah lebih dari itu.maka setiap jenis dari anggota tersebut memiliki diyat yang berbeda-beda. Adapun pembagiannya yaitu[9];
1. Bagian tubuh yang berjumlah tunggal seperti; lidah, hidung, dzakar atau kulup, Shulb/ tulang belakang (syaraf reproduksi), saluran kemih, rambut kepala, jenggot bila tidak tumbuh lagi maka padanya diyat utuh (100 ekor onta) yaitu seperti diyat Nafs (jiwa).
Khusus untuk kasus hidung, maka padanya diyat sempurna, dan hidung terdiri dari tiga bagian dua rongga dan satu pembatasa rongga hidung, dan apabila kerusakan ada pada salah satu bagian tersebutmaka padanya sepertiga diyat.
2. Anggota badan yang berpasangan (berjumlah dua) seperti : mata, telinga, tangan, bibir, tulang graham, kaki, puting susu, bokong, biji dzakar, maka pada keduanya diyat utuh, dan pada salah satunya setengah diyat.
Kedua hal tersebut diatas berasal dari Sabda Rasulullah SAW
عَنْ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ { أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَتَبَ لَهُ ، وَكَانَ فِي كِتَابِهِ : وَفِي الْأَنْفِ إذَا أُوعِبَ جَدْعُهُ الدِّيَةُ ، وَفِي اللِّسَانِ الدِّيَةُ ، وَفِي الشَّفَتَيْنِ الدِّيَةُ ، وَفِي الْبَيْضَتَيْنِ الدِّيَةُ ، وَفِي الذَّكَرِ الدِّيَةُ ، وَفِي الصُّلْبِ الدِّيَةُ ، وَفِي الْعَيْنَيْنِ الدِّيَةُ ، وَفِي الرِّجْلِ الْوَاحِدَةِ نِصْفُ الدِّيَةِ } .
Dari Amru bin Hazm bahwa Rasullullah SAW menulis untuknya , dan adalah ditulisan itu :" pada hidung yang terpotong diyat utuh, dan pada lidah diyat utuh, pada kedua bibir diyat utuh, dan pada dua buah biji dzakar diyat utuh, pada batang kemaluan diyat utuh, pada shulb( tulang syaraf reproduksi)diyat utuh, pada kedua mata diyat utuh, pada satu kaki setengah diyat" [10]
Berkata Ibnu Abdil Barr: Kitab amru bin hazam ini tekenal dikalangan fuqoha'[11]
3. Anggota badan yang berjumlah empat seperti: kelopak mata, atau bulu mata bila membuatnya tidak tumbuh lagi maka pada setiap bagian tersebut seperempat dari diyat bila terpotong semua maka membayar diyat utuh.
4. Jenis anggota badan yang berjumlah sepuluh, seperti jari tangan, jari kaki, maka padanya jika terpotong seluruhnya diyat utuh, dan pada salah satunya sepersepuluh diyat. Yakni satu jari 10 onta dan pada setiap ruas tulang dari satu jari sepertiga dari 10 onta, kecuali pada ibu jari, maka diyat perruasnya tulangnya 5 onta.. Karena sabda nabi SAW:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي دِيَةِ الْأَصَابِعِ الْيَدَيْنِ وَالرِّجْلَيْنِ سَوَاءٌ عَشْرٌ مِنْ الْإِبِلِ لِكُلِّ أُصْبُعٍ
Dari Ibnu Abbas berkata : bersabda rasulullah SAW pada diyat jari tangan dan kaki semua sama , setiap satu jari 10 ekor onta.[12]
Dan tidak ada perbedaan antara ibu jari dan kelingking dalam diyat.
Dalam shohih bukhori disebutkan
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ هَذِهِ وَهَذِهِ سَوَاءٌ - يَعْنِي الْخِنْصَرَ وَالْإِبْهَامَ
Dari Ibnu Abas[13]
5. Diyat Pada gigi; untuk setiap gigi 5 ekor onta, dalilnya hadits Amru bin Hazm :
وفي السن خمس من الإبل
Dan pada setiap gigi diyatnya 5 ekor onta[14]
Ibnu qudamah mengatakan : " Kami tidak mendapakan perbedaan pendapat dalam masalah gigi bahwa diyat setiap gigi dengan 5 onta "[15]
B. Diyat pada jinayah yang menimbulkan hilangnya suatu manfaat dari anggota badan.
Manfaat yang dimaksud disini ialah manfaat atau fungsi dari anggota badan yang telah kami sebutkan, Seperti panca indra : pendengaran, penglihatan, penciuman, perasa, maka jika salah satu dari panca indra ini hilang wajib atasnya diyat sempurna, hal yang serupa juga dalam hilangnya mafaat dari anggota tubuh yang berjumlah tunggal seperti akal, kemampuan bicara, kemampuan sex, kemampuan berjalan, dll. Hal ini berdasarkan keputasan Umar Bin Khotthob dalam mengadili seseorang yang memukul kawannya kemudian berakibat hilang darinya penglihatan, pendengaran, kemampuan sex, dan aqal, dan ia masih hidup maka orang itu di beri sangsi empat kali diyat (400 ekor onta) [16]
Kaidah dalam masalah ini; untuk setiap yang memiliki manfaat atau fungsi dari tubuh yang berjumlah tunggal maka diyatnya diyat penuh ( 100 ekor onta), kemudian untuk fungsi anggota badan yang berjumlah dua atau empat atau sepuluh bila terjadi kerusakan fungsi tanpa kehilangan bentuk anggota badan tersebut seperti lumpuh dan sebagainya maka diyatnya sebesar prosentase hilangnya manfat anggota tubuh tersebut dari diyat, karena darah majny alaihi tidak boleh disia-siakan tanpa ganti rugi[17].
C. Diyat pada jinayah yang berupa luka di kepala, wajah atau badan
Luka di kepala dan wajah dalam bahasa arab dinamakan Syajjah adapun luka diselainnya maka itu dinamakan Jarh. Dalam jinayah pada kepala atau wajah (syajjah) ini memiliki sepuluh tingkatan yang diambilkan dari bahasa Arab. Setiap jenisnya memiliki nama tersendiri dan hukum tersendiri pula[18] adapun sepuluh macam tersebut yaitu:
1. Al-Harishoh : yaitu robeknya kulit ari dan tidak mengakibatkan keluar darah.
2. Al-Bazilah : yaitu luka yang merobek kulit dan mengeluarkan darah sedikit., luka ini juga dinamakan ad Dami'ah
3. Al-Badli'ah : yaitu luka yang merobek kulit hingga daging bagian atas.
4. Al-Mutalahimah : yaitu luka yang merobek hingga daging bagian dalam
5. As-Simhaq : yaitu luka yang merobek hingga daging bagian bawah dekat dengan tulang, akan tetapi masih terhalang satu lapisan yang menutupi tulang.( tulang yang putih belum terlihat)
Lima keadaan ini tidak ada takaran tertentu dari diyat, akan tetapi hukumnya diserahkan kepada hakim untuk menentukan kadar ganti rugi jinayah tersebut.
6. Al-Mudlihah ialah luka yang menembus kulit dan daging hingga mengakibatkan tulang dapat terlihat jelas.
Pada luka ini diyatnya 5 ekor onta, hal ini disebutkan dalam hadis Amru bin Hazm
{و في الموضحة خمس من الإبل }
" Dan didalam luka mudlihah diyatnya 5 ekor onta "[19]
7. Al Hasyimah : yaitu luka yang membuat tulang trelihat dan meretakkannya, maka diyatnya 10 ekor onta, hal ini seperti diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit RA dan tidak ada shahabat yang menyelisihi pendapat beliau dalam masalah ini.
8. Al-Munaqqilah : yaitu luka yang lebih parah dari al-Hasyimah yang menyebabkan tulang pindah dari tempatnya. Maka diyatnya 15 ekor onta. Hal ini berdasarkan hadist Amru Bin Hazm yang Rasullullah bersabda :
" وفي المنقلة خمس عشرة من الإبل "
" Dan pada luka Al-Munaqqilah diyatnya 15 ekor onta "[20]
9. Al-Ma'mumah : ia dalah luka yang sampai pada lapisan pelindung otak kepala.
10. Ad-Damighoh : yaitu luka yang mrobek lapisan pelindung otak.
Hukuman diyat untuk kedua jenis luka ini yaitu sepertiga dari diyat utuh. Hal tersebut bersumber dari hadis yang sama dari riwayat Amru bin Hazam:
" وفي المأمومة ثلث الدية "
" Pada luka al-Ma'mumah sepertiga diyat"[21]
adapun pada luka Damighoh tentu lebih parah dari ma'mumah, maka ia lebih berhak untuk mendapat sepertiga Diyat, akan tetapi karena biasanya korban yang terkena luka ini sering tidak tertolong jiwanya maka tidak ada nash yang shorih (jelas) menyebutkan diyatnya. Sehingga ulama' menetapkan untuk Damighoh sepertiga diyat apabila tidak terjadi kematian.
Kemudian untuk luka yang bukan pada wajah Atau kepala yang disebut Jarh maka ada satu jenis yang memiliki diyat yang datang dari nash, yaitu luka al-Jaifah, diyatnya adalah sepertiga dari diyat utuh. Dasar hukum ini masih diambil dari hadits Amru bin hazm:
" وفي الجائفة ثلث الدية"
" Dan pada luka Jaifah sepertiga diyat[22].
Ibnu Qudamah menyatakan : " Dan ini (diyat Jaifah) merupakan perkataan kebanyak ahli ilmu, diantaranya ulama madinah, ulama kufah, ulama hadits dan ashabu ra'yi.[23]
Adapun arti dari jaifah ialah: luka yang dalam pada tubuh selain dari tangan kaki maupun kepala, yang mana luka tersebut masuk sampai kedalam tubuh dari arah dada atau perut, lambung kanan maupun kiri, punggung, pinggang, dubur, tenggorokan dan lainnya[24].
Apabila badan tersebut terkena senjata kemudian tembus sampai pada sisi lainnya maka diyatnya dua jaifah karena lukanya ada pada dua sisi[25]
D. Diyat pada jinayah yang mengakibatkan patah tulang
Pada kasus patah tulang ini menurut Ibnu Qudamah ada 5 jenis tulang yang ada kadar diyatnya yaitu tulang rusuk, dua tulang iga, dan zand (lengan dan hasta)[26].
Kadar diyah pada 5 tulang tersebut
- Diyah pada tulang rusuk yang patah, apabila bisa kembali tersambung dengan normal maka diyatnya seekor onta begitu pula pada tulang rusuk atas. Seperti yang diriwayatkan dari umar bhwa ia berkata: " Pada tulang rusuk diyatnya satu ekor onta[27] dan pada satu tulang rusuk atas satu ekor onta[28]" Akan tetapi bila tulang tersebut tidak kembali seperti keadaan semula maka ia dikenakan denda hukumah.
- Diyah Zand adalah dua ekor onta, yang mana pada tulang hasta seekor onta dan pada tulang lengan sekor onta.
Hal ini berdasarkan atsar dari Umar bin Khotthob bahwa ketika beliau ditanya lewat surat oleh Amru bin al-'Ash radhiallhu anhuma tentang diyat zand (hasta dan lengan) maka beliau menulis jawaban : bahwa diyatnya (lengan dan hasta) adalah dua ekor onta dan pada dua zand 4 ekor onta[29].
Maksud dari Hukumah ialah Seorang korban (majny 'alaihi) kita ibaratkan sebagai budak yang ditaksir harganya sebelum dia terkena jinayah, kemudian dihitung prosentase apa yang berkurang dari harga budak tadi, maka seberapa persen harga yang berkurang dari orang tersebut kita gunakan untuk mengukur kadar diyat. Wallahu a'lam
Maroji:
­ Shahih Bukhari
­ Sunan Nasai
­ Musnad imam Ahmad
­ Mushonnaf Ibnu Abi syibah jilid 5
­ Musonnaf Abdurrozaq jilid 9
­ Al-Mughni, Al- Muwaffaq Ahmad bin Muhammad Ibnu Qudamah Al-Maqdisy Al-Jama'ily, percetakan Dar Alimil Kutub KSA, cet. Ke tiga, Th. 1417 H /1997 M. jilid ke 12.
­ Ar-Raudul Murbi' syarh zadul mustaqni' bihasyiyah ibnu Utsaimin, Mansur bin Yunus al-Bahuty , Ibnu Utsaimin, percetakan Muassasah Ar-Risalah Bairut
­ Al-Fiqhu Al-Islamy wa Adillatuhu, DR. Wahbah Az-Zuhaily, percetakan : Dar Fikr cet. Kedua Th.1405 H / 1985 M , jilid ke 7
­ Al-Mulakhos al-Fiqhy, DR. Sholeh bin Fauzan al-Fauzan, percetakan Dar 'Ashimah cet. Pertama, th 1423 H, jilid ke 2.
­ At-Ta'liqot Rodliyyah 'ala ar-raudlotunnadiyyah, lil allamah sidiq hasan khon at-tanuhy, Nashiruddin al-Albani, percetakan Dar Ibnu 'Affan, Riyadl, cet.pertama th.1423M/2003H. jilid 3


[1] Surat an-Nisa', ayat : 45
[2] HR.at-Tirmidzi No. 1320 , Imam Ahmad 1/98
[3] Surat al-Baqoroh, ayat: 178
[4] Al-Fiqhu Al-Islamy wa Adillatuhu, DR. Wahbah Az-Zuhaily, percetakan : Dar Fikr cet. Kedua Th.1405 H / 1985 M , jilid ke 6, hlm.334
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Al-Mughni, Ahmad bin Muhammad Ibnu Qudamah Al-Maqdisy Al-Jama'ily, percetakan Dar Alimil Kutub KSA, cet. Ke tiga, Th. 1417 H /1997 M. jilid ke 12 hlm 105
[8] Al-Mulakhos al-Fiqhy, DR. Sholeh bin Fauzan al-Fauzan, percetakan Dar 'Ashimah cet. Pertama, th 1423 H, jilid ke 2 hlm.500.
[9] Al Mughni hlm 105
[10] HR. An-Nasai , Kitab Al-Qosamah Hadits No.4853 , Imam Malik, Al-Muwatto' Kitab Uqul, 2/869
[11] Al-Mughni. hlm 106.
[12] HR. Tirmidzi, Dalam Kitab Diyyat No. 1391
[13] HR. Bukhari , Kitab diyat Hadits No. 6500
[14] HR An Nasa'I , Kitab Qosamah No. 4853
[15] Al Mughni, Ibnu Qudamah Almaqdii, hlm. 130
[16] Ar-Raudul Murbi' syarh zadul mustaqni' bihasyiyah ibnu Utsaimin, Mansur bin Yunus al-Bahuty , Ibnu Utsaimin, hlm.653
[17]At-Ta'liqot Rodliyyah 'ala ar-raudlotunnadiyyah, lil allamah sidiq hasan khon at-tanuhy, Nashiruddin al-Albani, percetakan Dar Ibnu 'Affan, Riyadl, cet.pertama th.1423M/2003H. jilid 3 hlm.383
[18] Lihat al-Mulakhos al Fiqhi jilid 2 hlm.505
[19] HR. An Nasai , Kitab Alqosamah Hadits No.4853
[20] Ibid
[21] Ibid
[22] ibid
[23] Al-Mughni, 12/166
[24] lihat al-Mulakhos al-Fiqhy, jilid .2 hlm.507, ar-Raudul Murbi', hlm.656
[25] Al-Mughni.168
[26] Al-Mughni 166
[27] Ibnu Abi Syaibah, kitab diyat, jilid 5/380 no. 27162, Abdurrozaq , Kitabul Uqul jilid 9/ 367 no.17607
[28] Ibnu Abi Syaibah, kitab diyat, jilid 5/365 no. 27162, Abdurrozaq , Kitabul Uqul jilid 9/ 362 no.17578
[29] Al-Mulakhos al-Fiqhy. Jilid 2 hlm 507-508

Tidak ada komentar:

Posting Komentar