Selasa, 25 Oktober 2011

PERDAGANGAN MANUSIA ( HUMAN TRAFFICKING ) dan makelar tenaga kerja

PERDAGANGAN MANUSIA ( HUMAN TRAFFICKING )
 dan makelar tenaga kerja

Oleh : Abu Riyadl Bin Mursidi


Manusia adalah makhluk Allah Subhanahuwata'ala yang dimuliakan, sehingga Anak adam ini dibekali dengan sifat-sifat yang mendukung untuk itu, yaitu seperti akal untuk berfikir, kemampuan berbicara, bentuk rupa yang baik serta hak kepemilikan yang Allah sediakan di dunia yang tidak dimiliki oleh makhluk-makhluk lainnya. Tatkala Islam memandang manusia sebagai pemilik, maka hukum asalnya ia tidak dapat dijadikan sebagai barang yang dapat dimiliki atau diperjual belikan, hal ini berlaku jika manusia tersebut bersetatus merdeka.


Sejarah Human Trafficking
Wallahu A'lam sejak kapan awal mulanya perdagangan manusia, tapi sebenarnya hal itu terjadi semenjak adanya perbudakan, dan perbudakan telah terjadi pada umat terdahulu jauh sebelum Nabi Muhammad SAW diutus. Diantara salah satu sebab suburnya perbudakan waktu itu adalah seringnya terjadi peperangan antar qabilah dan bangsa, disamping disana terdapat factor lain seperti perampokan, perampasan, penculikan, kemiskinan, ketidak mampuan dalam membayar hutang dan lain sebagainya yang mana didukung pula dengan adanya pasar budak pada masa itu.
Pada zaman Nabi Ibrahim sudah terjadi perbudakan, hal ini ditunjukkan dari kisah sarah yang memberikan jariyahnya ( budak wanita) yaitu hajar kepada Nabi Ibrohim A'laihi Salam untuk dinikahi , demikian pula pada zaman Nabi Ya'qub A'laihi Salam yang mana orang merdeka bisa menjadi budak dalam kasus pencurian, yaitu si pencuri diserahkan kepada orang yang ia ambil hartanya untuk dijadikan budak . Kemudian Islam datang mengatur perbudakan ini walaupun tidak mutlak melarangnya, akan tetapi hal yang demikian dapat mengurangi perlahan-lahan, untuk itu Islam menganjurkan untuk membebaskan budak-budak yang beragama Islam , bahkan salah satu bentuk pembayaran kafarah adalah dengan membebaskan budak muslim.
Dewasa ini kita dapati maraknya eksploitasi manusia untuk dijual atau biasa disebut dengan Human Trafficking, terutama pada wanita untuk perzianaan atau dipekerjakan tanpa upah dan lainnya, ada juga pada bayi yang baru dialahirkan untuk tujuan adopsi yang tentunya ini semua tidak sesuai dengan syari'ah dan norma-norma yang berlaku ('urf), kemudian bila kita tinjau ulang ternyata manusia-manusia tersebut bersetatus Hur (merdeka).

Pandangan Fiqh Islam Tentang perdagangan manusia merdeka
Hukum dasar muamalah perdagangan adalah mubah kecuali yang diharamkan dengan nash atau disebabkan Ghoror ( penipuan) . Dalam kasus perdagangan manusia ada dua jenis yaitu manusia merdeka ( hur ) dan manusia budak ('abd /amah). Dalam pembahasan ini akan kami sajikan dalil-dalil tentang hukum perdagangan pada manusia merdeka saja. Yang mana hal ini akan kami ambilkan dari Al qur'an dan sunah serta beberapa pandangan ahli fiqh dari berbagai madzhab tentang masalah ini

Dalil Al Qur'an

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan , Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Sudut pandang pengambilan hukum dari ayat ini adalah; bahwa kemuliaan manusia yang Allah ta'ala berikan kepada mereka yaitu dengan dikhususkannya beberapa nikmat yang tidak diberikan kepada makhluk yang lain sebagai penghormatan untuk manusia, kemudian dengannya mendapatkan Taklif syari'ah seperti yang telah dijelaskan oleh mufassirin dalam penafsiran nayat tersebut diatas , maka hal tersebut mengharuskan bahwa manusia tidak direndahkan dengan cara disamakan dengan barang dagangan, semisal hewan atau yang lainnya yang dapat dijual belikan. Kata Imam Al Qurtuby dalam tafsir ayat ini "….dan juga manusia dimuliakan disebabkan mereka mencari harta untuk dimiliki secara pribadi tidak seperti hewan,..." .

Dalil dari As Sunnah Al Muthohharoh.
Dalam sebuah hadits Qudsi disebutkan bahwa Allah SWT mengancam keras Pebisnis manusia merdeka ini denga ancaman permusuhan dihari Qiamat , diriwayat oleh Imam Bukhari dan ImamAhmad dari hadits Abu Hurairah :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : قَالَ اللَّهُ: ثَلَاثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ ، وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ، وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِ أَجْرَهُ.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu 'anhu dari Nabi Salallahu alaihi wa salam bersabda: Allah Ta'ala berfirman: " Tiga golongan yang Aku adalah sengketa mereka dihari Qiamat; seorang yang bersumpah atas nama-Ku lalu ia tidak menepatinya, dan seseorang yang menjual manusia merdeka dan memakan harganya, dan seseorang yang menyewa tenaga seorang pekerja kemudian ia selesaikan pekerjaan itu akan teteapi tidak membayar upahnya

Dalam masalah ini Ulama' bersepakat atas haramnya menjual orang yang merdeka (Baiul Hur), dan setiap akad yang mengarah kesitu maka dianggap akad yang tidak sah, serta pelakunya berdosa.

Diantara pendapat mereka yaitu;
1. Hanafiyah ;
Berkata Ibnu Abidin" Anak adam dimuliakan menurut syari'ah, walaupun ia kafir sekalipun( jika bukan tawanan perang), maka akad atasnya dan penjualannya serta penyamaannya dengan benda adalah perendahan martabat manusia, dan ini tidak diperbolehkan…"
bnu Najim berkata dalam Al Asybah wa Nadzoir pada qaidah yang ketujuh: " Orang merdeka tidak dapat masuk dalam kekuasaan seseorang, maka ia tidak menanggung disebabkan ghosobnya walaupun orang merdeka tadi masih anak-anak"
2. Malikiyah:
Berkata Al Hatthob Ar Ru'ainy; " Apa saja yang tidak sah untuk dimiliki maka tidak sah pula untuk dijual menurut ijma' ulama' , seperti orang merdeka , khamr, kera, bangkai dan semisalnya "

3. Syafi'iyyah:
Abu Ishaq Syairazy dan Imam Nawawi menashkan; bahwa menjual orang merdeka haram dan bathil berdasarkan hadist tersebut diatas .
Ibnu Hajar menyatakan bawa perdagangan manusia merdeka adalah haram menurut ijama' ulama'

4. Hanabilah
Ulama' hanabilah menegaskan batalnya baiul hur ini dengan dalil hadits tersebut diatas dan mengatakan bahwa jual beli ini tidak pernah dibolehkan dalam Islam, diantaranya adalah Ibnu Qudamah , Ibnu Muflih Al Hanbaly , Mansur Bin Yunus Albahuthy . Dll

5. Dzohiriyyah
Dalam madzahab ini menyebutkan bahwa "setiap jenis yang haram dimakan dagingnya maka haram untuk dijual"

Makelar tenaga kerja
Telah jelas bagi kita dari keterangan tersebut diatas bahwa ulama bersepakat atas haramannya penjualan manusia bila ia besetatus merdeka, bahkan memperkerjakan orang merdeka kemudian tidak menepati upah yang telah disepakati, maka perbuatan semacam ini disamakan dengan memakan hasil penjualan manusia merdeka, yaitu berupa ancaman yang terdapat dalam hadits tersebut diatas

ثَلَاثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ...........
" Tiga golongan yang Aku adalah sengketa mereka dihari Qiamat…".

Begitu pula mereka yang menjadi makelar untuk memperkerjakan Tenaga kerja yang mana upah pekerja tersebut diambil oleh para makelar-makelar itu, dan ahirnya si pekerja tidak mendapatkan upah, atau karena adanya makelar tersebut mengakibatkan upah pekerja menjadi berkurang dari upah yang telah disepakati dengan majikan atau UMR. Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah dalam kitab syarhul Mumti' dalam memberikan contoh masalah Ijaroh Fasidah (aqad persewaan yang rusak) yaitu bahwa menyewakan tenaga kerja merdeka tidak diperbolehkan dengan alasan si pekerja tadi bukanlah milik (budak) si penyedia sewa (makelar), padahal syarat Ijaroh (persewaan) adalah si pennyedia persewaan harus memiliki barang yang mau disewakan, dan disini orang yang merdeka ini tidak dimilikinya (bukan budaknya) kemudian apabila terjadi aqad persewaan ini atas sepengetahuan musta'jir ( penyewa/majikan) bahwa pekerja tersebut bukan budak, maka sang majikan wajib mengganti upah Mitsil (standar) kepada pekerja tersebut, akan tetapi apabila ia tidak mengetahui penipuan ini maka ia cukup membayar kesepakatan dimuka tentang upah sewa kepada pekerja tadi, dan apabila upah tersebut kurang dari upah mitsil maka penggungnya adalah pihak penyedia tenaga ,

Maka bisa kita ambil kesimpulan bahwa tidak ada hak bagi makelar untuk mrngambil jatah upah tenaga kerja, dikarenakan mereka adalah manusia merdeka yang memiliki hak kepemilikan bukan untuk dimiliki orang lain begitu pula hasil kerjanya. Bila ia ingin mendapat upah maka hendaknya diluar upah mereka. maka hal yang demikian termasuk memakan harta dengan Batil, wallahu a'lam bissowab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar