Senin, 14 November 2011

HAL-HAL YANG BUKAN TERMASUK DURHAKA


JANGAN SALAH SANGKA  !
6 HAL INI BUKAN DURHAKA


Ada 6 point yang kebanyakan dari kita menganggapnya sebagai kedurhakaan, padahal BUKAN.....
simak kajian berikut ini:

1-Tidak mentaati kedua orang tua dalam bermaksiat kepada Allah.

Ini masalah yang jelas. Dalam hal ini ada hadits sharih yang melarang.
قَالَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ.
Nabi bersabda, "Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Pencipta".[1] Dan dalam hadits lain:
لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةِ اللَّهِ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ.
"Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan dalam kebaikan".[2]
Ini umum, tidak boleh taat kepada manusia siapapun orangnya apabila memerintahkan kemaksiatan. Maka tidak boleh mentaatinya dalam bermaksiat kepada Allah.
Berapa banyak para bapak atau para ibu yang meminta para anaknya untuk melakukan perbuatan haram yang mana para anak melaksanakan permintaan tersebut untuk berbakti kepada orang tua mereka. Ini kesalahan orang tua dan kebodohan para anak jika mereka melaksanakan permintaan haram tersebut. Sebagian para ibu meminta untuk memutus silaturahmi dengan sebagaian anaknya dan meninggalkannya serta mengancam bahwasanya tidak akan ridha kepada orang yang tidak mentaatinya sampai hari kiamat. Hendaknya diketahui oleh para orang tua bahwa ketidak taatan para anak dalam hal ini seandainya menimbulkan kerusakan hubungan antara para saudara, sesungguhnya mereka menanggung dosa hal itu. Setiap kalian adalah pemimpin dan dia dimintai pertanggung jawaban terhadap apa yang dia pimpin.
Al-Qurthubi berkata, "Dan kesimpulan bab ini bahwa ketaatan kepada kedua orang tua tidak dilaksanakan apabila membawa anak untuk berbuat dosa besar meninggalkan kewajiban".[3]




2-Persaksian yang benar meskipun suatu pesaksian yg menjatuhkan orang tua pada hukum.

Allah berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan". (QS. An-Nisa': 135).

Sehimgga jika ada anak yg kebetulan jadi saksi atas perbuatan kriminal orang tuanay maka itu bukan termasuk durhaka

3-Berhukum kepada hakim untuk mencari kebenaran atau menolak kemudharatan.

Pada sebagian orang tua atau kerabat, mereka terjatuh dalam mengurangi hak para anak atau mendhalimi mereka sehingga permasalahannya sampai berhukum kepada hakim untuk menolak kemudharatan yang menimpa mereka atau untuk mencari kebenaran. Berapa banyak bapak yang memakan mahar anak perempuannya. Berapa banyak ibu yang menggunakan harta anak perempuannya. Berapa banyak bapak yang melarang anak gadisnya untuk menikah secara mutlak atau memaksa anak lelakinya untuk merelakan hak syar'inya demi kebaikan saudaranya. Berapa banyak bapak yang tidak menafkahi anak-anaknya atau menolak mengakui mereka  padahal mereka anak-anaknya. Demikian juga gangguan sebagian kerabat atas hak-hak yang lain dalam keluarga yang mana urusannya kadang-kadang sampai ke pengadilan. Dan ini tidak dianggap durhaka atau memutuskan silaturahmi atau merusak hubungan persaudaraan.

PIJAKAN DALILNYA SEBAGAI BERIKUT :

1-Hadits Ma'n bin Yazid berkata, Dahulu bapakku Yazid mengeluarkan beberapa uang dinar yang dia sedekahkan. Dia meletakkannya di sisi seseorang dalam masjid. Aku tiba di masjid dan mengambil uang tersebut kemudian aku mendatanginya. Dia berkata, "Demi Allah, aku tidak bermaksud memberikannya kepadamu". Maka aku mengadukannya kepada Rasulullah. Rasulullah bersabda, "Engkau apa yang kamu niatkan wahai Yazid dan bagimu apa yang kamu ambil ya Ma'n".[4]

2-Dari Aisyah berkata:
ان النبي صلى الله عليه وسلم قال ايما امرأة نكحت بغير اذن مواليها فنكاحها باطل ثلاثا ولها مهرها بما اصاب منها فان اشتجروا فان السلطان ولي من لا ولي له
Rasulullah bersabda, "Siapapun wanita yang menikah tanpa ijin walinya maka pernikahannya batil –sebanyak tiga kali- dan bagi wanita itu maharnya karena sebab pernikahannya. Apabila mereka berselisih maka penguasa adalah wali dari orang yang tidak memiliki wali".[5]

4-Penolakan dari anak perempuan atas pendapat bapaknya apabila bapaknya memaksa menikah.

Termasuk pemuliaan Islam terhadap wanita, karena Islam menjadikan bagi wanita hak untuk menyampaikan pendapat terhadap orang yang akan menjadi pendamping hidupnya.
Dan tidak boleh bagi bapak untuk memaksa anak perempuannya yang telah dewasa untuk menikah dengan orang yang tidak dia inginkan.

Dari Ibnu Abbas, bahwasanya seorang gadis mendatangi Rasulullah dan menyebutkan bahwa bapaknya telah menikahkannya sedangkan dia tidak menyukainya, maka Rasulullah memberinya pilihan.[6]

Dalil yg lain:
عن أَبي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُنْكَحُ الْأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلَا تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ إِذْنُهَا قَالَ أَنْ تَسْكُتَ
Dari Abu Hurairah berkata, "Rasulullah bersabda, "Seorang janda tidak boleh dinikahkan sampai meminta dan seorang gadis tidak boleh dinikahkan sampai dimintai ijin". Mereka berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimana ijinnya?". Beliau menjawab, "Dia diam".[7]

Dari Khonsa' binti Khidam al-Anshari, bahwasanya bapaknya telah menikahkannya dan dia seorang janda. Dia tidak menyukai pernikahan tersebut kemudian mendatangi Rasulullah, maka Rasulullah membatalkan pernikahannya".[8]

Penolakan anak gadis terhadap pendapat bapaknya atau walinya apabila mereka memaksanya menikah dengan orang yang tidak dia inginkan ini BUKAN durhaka.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:
"Seorang wanita tidak boleh ada yang menikahkannya kecuali dengan ridho dan kemauannya sebagaimana yang Allah perintahkan. Apabila dia tidak menyukainya tidak boleh dipaksa menikah kecuali gadis kecil, sesungguhnya bapaknya boleh menikahkannya dengan tanpa ijin darinya. Adapun seorang janda dewasa tidak boleh menikahkannya kecuali dengan ijinnya, tidak bagi bapaknya dan tidak wali selainnya. ini adalah kesepakatan kaum muslimin. Demikian pula bagi gadis yang baligh tidak boleh selain bapak dan kakeknya untuk menikahkannya tanpa seijinnya dengan kesepakatan kaum muslimin. Adapun bapak dan kakek seharusnya bagi mereka berdua untuk meminta ijinnya dan ridhonya putri itu.


5-Hajr[9]  kepada bapak dan ibu yng terkena penyakit ediot/ atau kehilangan akal.
Syariat yang bijaksana menetapkan menghajr (membebukan transaksinya) orang yang ditimpa kekurangan dalam akalnya seperti gila sehingga hartanya terjaga dari tangan-tangan orang yang merampas harta orang dengan batil, penipuan dan perampasan dan agar hartanya terjaga pula dari jeleknya perbuatan pemiliknya.
Syariat juga menetapkan hajr kepada orang yang menggunakan hartanya dalam kefasikan, kefajiran dan tindak asusila serta menghambur-hamburkan uangnya ke kanan dan ke kiri (dengan tujuan) untuk menjaga harta mereka. Karena memperhatikan rizki anak-anak mereka dan orang yang menjadi tanggung jawabnya semasa hidup mereka dan setelah kematian mereka.
Aku berkata, Barangsiapa yang gila atau bodah merusakkan hartanya, mengikuti hawa nafsunya atau dia fasik memubadzirkan harta atau orang sakit yang dokter menghukumi akan banyaknya kematian padanya yaitu karena sebab dia sendiri sesungguhnya dia dihajr untuk berbuat pada hartanya kecuali sepertiga hartanya yang dia sedekahkan bagi orang yang dihukumi mati oleh dokter. Dan ini bukan termasuk durhaka atau merusak hubungan kekeluargaan.
Ibnu al-Mundzir berkata, "Kebanyakan para ulama di berbagai kota dari penduduk Hijaz, Iraq, Syam dan Mesir berpendapat akan dihajrnya setiap orang yang menyia-nyiakan hartanya baik anak kecil maupun orang dewasa".[10]
Imam Ahmad bin Hambal ditanya tentang seseorang yang memiliki anak-anak perempuan ingin menjual rumahnya dan membeli penyanyi perempuan. Bolehkan bagi anak lelakinya untuk melarangnya?. Maka Imam Ahmad menjawab, "Aku berpendapat anak lelakinya hendaknya melarangnya dan menghajrnya".[11]

6-Menolak wasiat dhalim.
Apabila salah seorang dari kedua ibu bapak meninggal dan salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berwasiat kepada salah seorang ahli waris dengan mengkhususkan kepadanya suatu harta tidak kepada ahli waris yang lain, maka ini adalah wasiat yang haram. Dan tidak dilaksanakannya wasiat ini bukan termasuk durhaka.
عن أبي أمامة الباهلي يقول سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول في خطبته عام حجة الوداع  إن الله قد أعطى كل ذي حق حقه . فلا وصية لوارث
Dari Abu Umamah al-Bahili berkata, Aku mendengar Rasulullah berkata pada waktu berkhuthbah pada tahun haji wada', "Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada setiap pemilik hak akan haknya, tidak ada wasiat untuk ahli waris".[12]

Dari 'Umran bin Hushain bahwasanya seseorang memerdekakan enam budaknya menjelang kematiannya, padahal dia tidak memiliki harta kecuali para budak tersebut. Maka datanglah ahli warisnya dari orang-orang baduwi dan menyampaikan kepada Rasulullah apa yang dia perbuat. Rasulullah berkata, "Apakah dia melakukan itu?". Beliau berkata, "Seandainya aku mengetahui insya Allah aku tidak akan menshalatkannya". 'Umran berkata, "Maka Rasulullah mengundi para budak tersebut dan memerdekakan di antara mereka dua orang dan mengembalikan empat orang menjadi budak lagi".[13]
Wasiat dhalim adalah batil lagi tertolak
Apabila tidak dilaksanakannya wasiat ini maka  BUKAN termasuk durhaka.

Semoga tulisan ini bisa dijadikan acuan orang tua maupun anak dalam bersikap> sehingga jangan sampai salah bertindak terhadap hubungan


[1] Diriwayatkan oleh Ahmad: 5/66 dan al-hakim serta dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami': 7520.
[2] Muttafaq alaihi.
[3] Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an: 14/64.
[4] Diriwayatkan oleh Bukhari: 3/291.
[5] Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmidzi serta dishahihkan oleh al-Albani di dalam Shahih al-Jami': 2709.
[6] Hadits shahih diriwayatkan oleh Abu Dawud: 2096 dan Ibnu Majah.
[7] Muttafaq alaihi.
[8] Diriwayatkan oleh Bukhari: 6945, Abu Dawud, an-Nasai dan Ibnu Majah.
[9] Hajr adalah melarang seseorang untuk berbuat pada hartanya karena gila, bodoh, berbuat maksiat dengan hartanya dan sebab lainnya yang disebutkan dalam ilmu fiqh.
[10] Al-Mughni:4/506.
[11] Al-Wara': 75.
[12] Hadits Shahih diriwayatkan oleh Abu Dawud: 2870, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah.
[13] Diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim: 4330 dan pada riwayat Muslim ada tambahannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar