Minggu, 18 November 2012

Hukum sholat Menghadap kuburan



Larangan sholat Menghadap Kuburan

Dari Abu Martsad radhiallahu ‘anhu Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

لَا تَجْلِسُوا عَلَى الْقُبُورِ وَلَا تُصَلُّوا إِلَيْهَا

Janganlah duduk di atas kuburan dan jangan shalat menghadapnya. (H.R. Muslim (II/668 no. 972) )



Imam Nawawi rahimahullah berkata:, “Hadits ini menegaskan terlarangnya shalat menghadap ke arah kuburan. Imam Syâfi’i rahimahullah mengatakan, ‘Aku membenci tindakan pengagungan makhluk hingga kuburannya dijadikan masjid. Khawatir mengakibatkan fitnah atas dia dan orang-orang sesudahnya.” Syarh Shahîh Muslim (VII/42).
Al-‘Allâmah al-Munawy rahimahullah) menambahkan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang shalat menghadap kuburan; dalam rangka mengingatkan umatnya agar tidak mengagungkan kuburannya, atau kuburan para wali selain beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebab, bisa jadi mereka akan berlebihan hingga menyembahnya.” [Faidh al-Qadîr (VI/318).]
Imam ash-Shan’any rahimahullah menegaskan: “Berdasarkan hukum asal, larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas menunjukkan bahwa perbuatan yang dilarang hukumnya adalah haram.”. [Subul as-Salâm (I/403).]

Mengapa shalat menghadap di kuburan dilarang?

Ulama’ bersepakat (ijma') bahwa shalat di kuburan adalah terlarang  dan  Tidak ada yang membolehkannya, apalagi menganjurkannya. Hanya saja, mereka berbeda pendapat dalam menentukan ‘illah (sebab) terlarangnya perbuatan tersebut
Pendapat pertama:  bahwa sebabnya adalah karena kuburan identik dengan najis. Sebab tanahnya bercampur dengan nanah bangkai manusia.
Pendapat ke dua:  bahwa sebabnya adalah karena kekhawatiran akan terjerumusnya umat ini ke dalam kesyirikan.
Imam as-Suyuthy mengatakan, “Inilah (kekhawatiran akan terjerumusnya umat ini ke dalam kesyirikan) sebab mengapa syariat melarang perbuatan tersebut. Dan ini pula yang menjerumuskan banyak orang terdahulu ke dalam syirik akbar atau di bawahnya.
Rujukan: Al-Hâwiy al-Kabîr karya al-Mawardy (III/60),  Iqtidhâ’ ash-Shirâth al-Mustaqîm (II/190

Tidak ada komentar:

Posting Komentar