Kamis, 27 Oktober 2011

Konsep Permodalan Syariah

Konsep Permodalan Syariah
Bebas RIBA

Nurcholis Majid Ahmad, Lc


            Dewasa ini terjadi persaingan yang cukup ketat pada dunia bisnis yang mana itu semua ternyata akan dapat diatasi dengan modal yang cukup serta trik trik yang jitu dari seorang bisnisman, padahal banyak diantara pengusaha muslim yang tidak memiliki modal yang cukup untuk pembiayaan perniagaan mereka, maka tentunya mereka membutuhkan dana agar perniagaan dapat berjalan lancar.


            Seorang muslim tentunya tidak akan menggunakan modal Ribawi untuk menutupi kekurangan tersebut, sehingga ia membutuhkan dana yang halal. Islam menjawab hal tersebut dengan adanya konsep permodalan yang syar`i  jauh dari riba. Disisi lain disana banyak penyandang dana yang kebingungan untuk mengembangkan hartanya tanpa harus terjerumus dalam lubang riba.

Kedudukan Harta dalam Syariah

            Harta (mal) merupakan suatu hal yang berharga dimata manusia, karena dengannya roda kehidupan dapat berjalan. Islam mengatur harta ini agar dapat digunakan oleh manusia sebagai mana mestinya,  Allah SWT juga melarang memberikan harta tersebut  kepada orang yang bodoh ( Syafih) karena dikhawatirkan  mafsadah yang akan ditimbulakan, dalam Alquran Allah SAW berfirman :

وَلاَ تُؤْتُواْ السُّفَهَاء أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللّهُ لَكُمْ قِيَاماً

" Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang (sufaha')  yang belum/ tidak sempurna akalnya , harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan."  An Nisa' : 5.

            Makna yang tersirat dari ayat tersebut diatas bahwa harta adalah pokok kehidupan, sehingga Islam melarang kepengurusannya diserahkan kepada orang yang tidak faham tentang kedudukannya, walaupun ia adalah pemilik harta yang sah, karena perbutan ini akan mengakibatkan kerusakan pada harta tersebut[1].
             Dalam fiqh islam juga disebutkan bahwa harta tidak boleh dianggurkan begitu saja, yaitu tanpa perputaran yang berfaedah dan syar'i. Hal yang demikian seperti yang dicontohkan pada pembahasan Ikhya'ul mawat (mengolah tanah tak bertuan). Yang mana dengannya harta dapat berkembang. Syaikh ibnu utsaimin menyebutkan dalam bab pergadaian, yaitu apabila sebuah barang yang tergadai (misalnya : mobil) maka boleh digunakan oleh pemberi hutang dengan konsekuensi bahwa si pengguna barang tersebut membayar upah sewa kepada pemiliknya setelah dipotong perawatan. Beliau menegaskan bahwa setiap harta tidak boleh dibiarkan begitu saja tanpa faedah, karena hal yang demikian termasuk perbuatan tabdzir.[2]



Permodalan atau Pemerasan ?

            Islam menghargai kedudukan harta yang mana ia memiliki hak sebagai aset untuk mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu pada dunia permodalan, Islam memiliki pembahasan tersendiridalam kitabul Buyu'. yaitu Syirkatul Uqud  pada jenis Syirkah Mudhorobah (bagi hasil)[3]
              Bila kita tinjau pada metode bisnis ini maka akan kita dapati bahwa salah satu dari dua orang yang berniaga hanya sebagai investor dan yang lain sebagai pekerja. Hal yang demikian menjukkan bahwa Islam mengakui eksistensi harta sebagai modal untuk mendapatkan keuntungan, maka dari itu Allah Ta'ala menyebut diriNya sebagai pihak ketiga(penolong) orang yang bersyerikat, seperti disebutkan dalam Hadits Qudsi :
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إن الله يقول :" أنا ثالث الشريكين ما لم يخن أحدهما صاحبه فإذا خانه خرجت من بينهما"
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu menuturkan : Bersabda Rasulullah SAW: sesungguhnya Allah SWT berkata: " Aku adalah yang ketiga (penolong) dari dua orang yang bersyarikat, selama salah satunya  tidak menghianati kawannya, apabila ia  berhianat maka aku keluar dari persyerikatan dua orang itu".[4]

            Pengakuan Islam tentang modal bukanlah suatu hal yang menjadikan ia segala galanya, yakni penentu semua kebijakan, seperti yang dilakukan kaum kapitalis, mereka menentukan kebijakan menurut kemauan hawa nafsu pemilik modal. Sehingga timbul ketimpangan ekonomi, antara si miskin dan kaya, si pekerja dan pemilik modal. Konsep yang seperti ini sebagaimana yang mereka terapkan pada pinjaman ribawi, yang mana pemilik modal tidak beresiko menaggung kerugian apapun dalam setiap situasi dan kondisi dalam persyerikatan mereka, walaupun setiap perdagangan memiliki dua kemungkianan yaitu antara untung atau rugi. Berbeda halnya dengan konsep Islam, yang senantiasa berlaku adil dalam setiap hal, antara sifat berlebihan atau sebaliknya. Islam mengecam keras metode ribawi ini dan pelakunya serta mengatakan dengan tegas  bahwa Riba berbeda dengan perdagangan, Firman Allah SWT :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ(278)  فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ(279)

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. [5]

Kecaman keras ini oleh islam disertai dengan salusi yang menjawab kebutuhan manusia dengan cara melegalkan harta sebagai pengganti tenaga untuk mendapatkan keuntungan, sehingga dengan demikian orang yang memiliki modal tidak harus banting tulang akan tetapi ia tetap dapat menikmati hasilnya, dan ia sama sekali tidak mendzalimi orang lain. Dikarenakan apabila perniagaan itu rugi maka ia akan menaggung kerugiannya sebagai pemilik modal. dan pekerja akan menaggung tenaga yang ia telah kerahkan. Itulah keadilan Islam sebagai konsep yang tidak dimiliki oleh ahli ekonomi manapun.
Wallahu a’lam Bissowab


[1] Tafsir ibnu Katsir, jilid 2. Hlm. 214
[2]  Fathu dzul jalali wal ikrom syrh Bulugul Marom, ibnu utsaimin,  Bab Pergadaian
[3]  Taudhihul ahkam min Bulughil Marom, Abdullah bin Abdurrohman Albassam. Bab As Syirkah, jilid4  hlm.602
[4] HR. Abu Dawud No.3383
[5]  QS. Al Baqoroh : 278 -279

1 komentar:

  1. اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ artikelnya bagus ustadz جزاك الله خيرا
    عَفْوًا baiknya tdk ada penyingkatan

    BalasHapus